Kamis, 17 Januari 2013

Catatan Untukmu #1: Kehadiranmu, Begitu Diinginkan dan Dinanti



29 nopember 2012

Ini kali pertama aku memeriksakan diri ke dokter,  untuk memastikan kehadiranmu, setelah beberapa hari sebelumnya aku memastikanmu lewat tes manual. Saat itu, baru saja kucelupkan batangan alat tes itu beberapa detik ke dalam urin pertama di subuh hari, dua garis berwarna merah secara perlahan menampakkan dirinya. Makin lama warna merahnya makin menebal, mengikuti hatiku yang makin lama makin terburu-buru berdetak. Aku menatap batangan itu beberapa saat, mengerjap-ngerjapkan mata, memastikan apakah kedua garis merah itu nyata atau hanya ilusi atas harapan. Setelah yakin bahwa garis-garis tersebut tak hanya aku yang dapat melihatnya, aku lantas membangunkan ayahmu, pelan-pelan, sambil sedikit menahan luapan kebahagiaan. 

Yang artinya?  tanya ayahmu sambil menatap batangan alat tes di tanganku. Saat itu aku baru menyadari bahwa tidak semua pria memahami arti dua garis berwarna merah pada batangan berwarna putih bersih. Ketika kukabari bahwa sepertinya kamu telah hadir, ayahmu tersenyum dan memelukku. Lalu, aku ingin mengabarkan kehadiranmu pada keluarga saat itu juga. Ayahmu bilang, nanti saja, setelah dari dokter, untuk lebih pasti. Bagiku, keterlambatan haid yang sudah dua minggu, perubahan pada beberapa area fisik, rasa lekas lelah yang tidak biasanya, beberapa kecerobohan kecil yang kerap kulakukan akhir-akhir ini, lalu diperkuat dengan dua garis merah ini, adalah tanda-tanda yang lebih dari cukup untuk memastikan kehadiranmu. Akhirnya, aku meminta izin untuk paling tidak, memberitahu adikku yang telah menyarankan aku untuk tes manual saja dulu jika sudah merasakan tanda-tanda kehamilan (katanya, usg dua dimensi tidak bisa mendeteksi kehamilan yang kurang dari satu bulan), serta kedua nenekmu. Ayahmu mengizinkan.

Sudah bisa ditebak, berbagai saran berlimpahan kuterima saat aku mengabari kehadiranmu. Kebingungan yang sempat menyergap di awal, perlahan pun sirna, setelah mendapatkan kenyataan bahwa aku memiliki banyak sumber untuk berkonsultasi. Semuanya mensyukuri kehadiranmu. Sebuah kejadian yang mengharukan, tanpa kusengaja, aku memberi tahu kehadiranmu pada nenek dari ayahmu, tepat pada hari ulang tahun kakek dari ayahmu. Kamu adalah hadiah ulang tahun untuknya.

Aku dan ayahmu lalu meminta rekomendasi dokter kandungan dari beberapa orang. Dari beberapa dokter yang disebutkan, muncullah nama seorang dokter yang direkomendasikan oleh beberapa orang. Setelah aku dan ayahmu bersepakat untuk mempercayakan pemeriksaanmu pada dokter itu, kami pun menuju tempat prakteknya. Di sanalah, untuk pertama kalinya, pada sebuah, layar, aku melihat detak jantungmu yang timbul tenggelam, sebuah bukti lagi yang menunjukkan bahwa kamu benar-benar telah hadir. Dokter bilang, usiamu saat itu enam minggu empat hari.

                                                           ***
Untaian kalimat dari seorang perempuan hampir separuh baya, sekitar enam tahun silam, selalu terngiang di telingaku, terlebih sejak kehadiranmu. Ia adalah seorang peserta sebuah training di mana aku tergabung sebagai salah satu tim pelaksana training itu. Ia seorang psikolog yang bekerja di sebuah biro konsultasi psikologi di Bandung. Katanya, Kita takkan pernah tahu apakah pola asuh yang kita terapkan pada anak adalah pola asuh yang baik atau tidak. Kita hanya akan tahu setelah melihat hasilnya... nanti. Apa yang kita lakukan sesungguhnya adalah coba-coba yang kita tafsirkan sebagai tindakan yang baik dalam mengasuh anak.

Kurasa, aku sepakat dengannya.

Satu hal yang perlu kutekankan padamu sedini mungkin adalah, kehadiranmu begitu diinginkan dan dinanti. Bahkan, aku benar-benar taksabar ingin mendekapmu, melihat binar mata polosmu ketika melihat isi dunia, mendengar tawa renyahmu untuk sesuatu yang sama sekali takdianggap lucu oleh orang dewasa, merasakan kegigihanmu merangkak untuk menjangkau benda-benda yang menarik perhatianmu, menyertai takkenal lelahmu untuk berusaha berlari padahal berjalan saja kamu masih goyah, menyaksikan tingkah dan celotehan lugumu yang kerap membuat kami terpingkal, dan menjawab pertanyaan apa ini  yang kerap kaulontarkan untuk hal-hal yang sederhana hingga yang sulit untuk kujawab. Sekali lagi, aku dan ayahmu (dan kurasa tidak hanya kami) sangat menginginkan dan menanti kehadiranmu dalam dunia. Menghadirkanmu, adalah salah satu alasan kami menyatukan diri dalam pernikahan.

Aku merasa sangat perlu menekankan hal itu padamu. Sebab, ada kalanya nanti, barangkali engkau merasa kami sedikit abai padamu. Atau kami harus bersikap tegas yang kaumaknai sebagai sikap yang menolakmu. Atau engkau merasa kami terlalu sibuk dengan dunia kami sehingga merasa tersisihkan. Atau mungkin kami sesekali, terpaksa menitipkanmu pada kerabat sehingga engkau merasa ditinggalkan. Jikapun nanti aku dan ayahmu melakukan sesuatu yang membuat rasa itu hadir dalam dirimu, percayalah, kami tidak pernah bermaksud begitu. Itu lebih karena keterbatasan wawasan kami dalam mengasuhmu. Kamu bisa memegang perkataanku bahwa aku dan ayahmu takkan pernah melakukan pembenaran atas tindakan kami. Aku takkan pernah menggunakan dalih harus meninggalkanmu berlama-lama bersebab ini itu yang juga untuk memenuhi kebutuhanmu (yang padahal sebenarnya itu adalah untuk kebutuhanku semata) hingga kehilangan momen-momen di mana seharusnya aku dapat bersamamu. Ingatlah kembali bahwa kehadiranmu begitu diinginkan dan dinanti.

Aku selalu berusaha mengingatkan diriku bahwa engkau adalah titipan yang dipercaya untuk kujaga, sementara. Selayaknya titipan, tentu suatu hari, tidak hanya harus kukembalikan, namun harus kukembalikan dalam kondisi yang tidak berubah seperti saat engkau dititipkan. Seperti anak-anak lainnya, Ia akan menitipkanmu pada kami lengkap dengan potensi, rasa ingin tahu, rasa percaya diri, keberanian, kegigihan, dan kejujuran yang luar biasa. Tanggung jawab kami pada-Nya adalah menjagamu agar segala yang ada padamu tetap utuh seperti semula. Aku telah banyak melihat anak-anak yang seiiring bertambah usianya, segala bekal hidup yang diberikan Tuhan padanya pun perlahan layu. Sungguh, aku sangat takingin itu terjadi padamu.

Hingga pada masa tertentu, aku dan ayahmu lah yang akan berperan dan bertanggung jawab dalam mengembangkan potensimu, sampai kaudapat mengambil alih peran itu. Ya, aku dan ayahmu pasti akan membekali diri dengan berbagai pengetahuan untuk mengiringi pertumbuhan dan perkembanganmu. Agar kami takmencederaimu tanpa kami sadari. Aku dan ayahmu pasti akan banyak berdiskusi untuk mencapai kesepakatan, dalam banyak hal; cara kami berkomunikasi di hadapanmu, cara kami berkomunikasi denganmu, cara mengasah potensimu, cara memberikan pemahaman tentang berbagai hal padamu, dan lainnya.

Harapanku, aku dan ayahmu mampu menjaga dan membantu mengasah bekal hidup yang diberikan Tuhan padamu hingga saatnya kaumampu melakukannya sendiri. Dan bekal itu engkau manfaatkan untuk kebaikan agama dan negerimu.

Namun, tentu, seperti kalimat yang selalu terngiang di telingaku itu, segala cara yang aku dan ayahmu pilih adalah cara yang menurut kami baik, yang bisa saja berpotensi salah.

Apa yang kita lakukan sesungguhnya adalah coba-coba yang kita tafsirkan sebagai tindakan yang baik dalam mengasuh anak.

Apapun yang terjadi nanti, sekali lagi kukatakan sayang, bagaimanapun, kehadiranmu begitu diinginkan dan dinanti.