Malam hampir menggelinding sebelum sempat kita lipat dalam mimpi
Sementara tetes-tetes embun yang masih pulas di atas lembaran daun
mengirimkan cuaca yang melahirkannya, pada kita
Dan kedai-kedai takpernah tidur adalah sisa-sisa kenyinyiran kota
menyaksikan betapa kita bersikeras menjahit dua pulau
O, adakah yang lebih syahdu dari gerak seirama gemulai tangan-tangan
dalam sulaman doa berselimut pagutan antara harap dan cemas
diringi denting yang hanya dimengerti, oleh kita
Sejenak meninggalkan kejadian-kejadian pemicu hirukpikuk kota
Lesap ke dalam naskah kehidupan yang sedang kita racik:
Kelak,
Kita taklagi harus berkejaran dengan malam
menyaksikan tetes-tetes embun menggeliat dan mulai terbangun,
lalu menjatuhkan diri dengan khidmat di halaman rumah kita
Ananda Putri Bumi | Bandung, 21 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar