Akan tetapi, taksaya pungkiri, memiliki anak itu luar biasa sibuk. Apalagi jika kamu memutuskan mengasuh dan mendidiknya sendiri (di mana itu berarti kamu harus memprioritaskan waktumu untuknya dan kamu juga harus bisa menyempatkan diri untuk belajar ilmu parenting), di samping juga harus banyak menyelesaikan pekerjaan rumah, juga kepingin tetap dapat melakukan aktualisasi diri. Ada kalanya saya seperti merasa sedang mendaki gunung paling terjal di dunia selama berhari-hari, namun takjua mampu melihat puncaknya. Padahal tubuh saya nyaris luruh. Namun lagi-lagi, menyadari kehadirannya selalu mampu menyuntikkan energi baru.
Itu sebabnya, saya pun lalu bertanya, "masih sederhanakah bahagia itu?" Ketika untuk dapat selalu merasakan kebahagiaan itu, justru ada banyak hal yang harus kamu kompromikan, bahkan (barangkali) harus kamu lepaskan, atau paling tidak, harus ditunda untuk sementara waktu.
Saya rasa, bahagia adalah ketika kamu benar-benar memahami hal apa yang membuat hidupmu terasa penuh, puas, dan berarti, lalu memperjuangkannya, meski untuk itu kamu justru harus bisa berteman dengan kepayahan, ketidakmapanan dalam banyak hal, bahkan rasa sakit.
gambar diambil dari sini
Salam,
Nanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar