Sudah sekitar tiga bulan ke belakang, tiap hari aku sarapan roti bakar isi coklat atau isi keju coklat. Biasanya, aku takpernah memakan makanan atau minuman yang sama, setiap hari, hingga begitu lama. Bosan. Jika sudah bosan, memaksakan diri untuk memakannya hanya akan membikin perutku mual, selezat apapun penganan itu.
Tapi kali ini tidak. Bahkan hingga hari ini, aku masih sangat menikmatinya dan selalu menunggu waktu sarapan agar aku dapat menikmati roti bakar isi keju coklat. Pada lembaran roti, kuolesi mentega dan selai keju, berikutnya kutaburi mesis, lalu dibakar. Semakin coklat hasil pembakaran itu akan semakin nikmat di lidah. Ya, nikmat, pada awalnya. Bagaimanapun, kenikmatan yang selalu diulang hingga menjadi rutinitas, lama-kelamaan akan menjadi hal biasa. Kenikmatannya akan pudar. Bila hal yang sudah terasa biasa itu tetap diulang-ulang, akan bermuara pada kebosanan. Tapi kali ini tidak.
Ini membuatku heran. Sebab dulu aku sempat bosan makan roti, saking seringnya makanan itu masuk dalam perutku. Sejak kebosanan itu melanda, sekitar dua tahun berikutnya, aku takpernah lagi menyentuh roti untuk sarapan, sampai sekitar tiga bulan lalu. Pertanyaan mengapa yang bergelayut dalam benak membuatku lantas mencari sebabnya.
Akupun menelusuri pola makanku mulai dari mencari penyebab kebosanan sarapan roti yang pernah kurasakan dulu. Aku mendapati, dulu, ternyata tidak hanya saat sarapan saja aku memakan roti. Aku memakannya setiap kali aku ingin memakannya, baik pagi, siang, ataupun malam hari. Kadang, untukku sendiri, sebungkus roti bisa habis dalam satu atau dua hari. Itu artinya, menu sarapan, makan siang, dan makan malamku adalah roti.
Selain roti, ada juga jenis kopi yang dulunya sangat-sangat kusukai, namun sekarang, membayangkan bungkusnya saja sudah membuat perutku mual. Aku ingat, selama beberapa minggu, aku bisa meminumnya empat hingga lima gelas sehari. Setiap kali aku ingin meminumnya, aku selalu memenuhi keinginan itu. Bahkan, dalam sekali minum, jika aku tidak puas hanya membikinnya satu sachet, aku langsung membuat dua sachet sekaligus, hingga gelas tinggi itu kuisi penuh. Lalu kemudian, bosan.
Aku mencoba memikirkan kebosanan yang kurasakan dalam hal lain selain makanan. Aku pernah merasa kebosanan yang sangat pada beberapa pekerjaan. Kegiatan yang awalnya begitu terasa menyenangkan hingga takhenti kukerjakan dan kuhadapi, meski menggelutinya mengambil banyak waktu personalku, berkutat hingga tengah malam bahkan saat tanggal merah sekalipun. Tak mengapa. Sebab aku suka. Namun pada suatu titik, aku bosan. Jenuh. Muak.
Kembali ke sarapan roti bakar isi keju coklat. Aku memang menyantapnya tiap hari, namun hanya saat sarapan. Meski pada siang ataupun malam hari aku ingin mengudapnya lagi, aku menahan keinginan itu hingga waktu sarapan esok hari. Meski menyantapnya tiap hari, namun porsinya tidak banyak. Satu lembar roti kuolesi mentega dan keju serta kutaburi mesis secukupnya, lalu lembaran itu kulipat hingga membentuk persegi panjang. Porsi yang nanggung: di satu sisi keinginanku mengecap rasa khas padanan itu terpenuhi, perutku terisi, namun di sisi lain, keinginan itu belum sepenuhnya terpuaskan. Akan tetapi, aku menahannya hingga tiba waktu sarapan esok hari. Barangkali, pola memenuhi sambil sedikit menahan keinginan itu yang membuatku hingga kini takbosan-bosan menyantapnya.
Dalam kehidupan, kebosanan terhadap suatu hal adalah momok yang cukup menakutkan bagiku. Sebab itulah kondisi dimana kita berhenti melakukan, entah itu mempelajari, menyelesaikan, ataupun menekuni sesuatu. Saat bosan, memaksakan diri untuk tetap menggelutinya akan membuat perutku bergolak. Paling tidak, saat ini, aku punya cara baru untuk tidak sampai pada titik bosan sehingga tetap dapat merasakan nikmatnya Roti bakar isi keju coklat. []
Nanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar