Perjalanan hidup memang tidak selalu baik-baik saja. Tidak
selalu sesuai dengan harapan. Ketika antara harapan dan realita begitu berbeda,
ada rasa sedih, kecewa, maupun marah yang bersemayam di hati, menggumpal, dan
siap meledak atau diledakkan sewaktu-waktu, dengan berbagai cara, konstruktif
ataupun destruktif. Semua bergantung sepenuhnya dari kemampuan kesadaran dan penerimaan
kita terhadap hadirnya emosi-emosi itu, lalu memilih tindakan dalam
penyalurannya. Semua bergantung dari kedalaman kita mengenal diri.
Namun, rentetan kejadian dalam hidup, rasanya jarang sekali
hanya menghadirkan hanya sebuah emosi. Kebanyakan bercampur baur, semisal,
percampuran antara kesakitan dan kebahagiaan, cinta dan kebencian, kesedihan
dan ketenangan. Jika pun seseorang pernah mengalami hanya sebuah emosi
berkepanjangan, barangkali bersebab ia terlalu fokus pada yang satu dan (tidak
sadar atau memilih)mengabaikan yang lainnya.
Begitu pula halnya
perjalanan saya dalam masa kehamilan ini. Saat mengetahui saya hamil, saya
bahagia. Akan tetapi, memasuki bulan ketiga dan keempat masa kehamilan, saya
nyaris lupa dengan kebahagiaan itu bersebab rasa mual terus-terusan dan selalu
ingin muntah (saya pernah muntah beberapa kali), lelah berkepanjangan, dan
lidah terasa pahit. Banyak hal yang ingin dilakukan namun terbatasi oleh
kondisi fisik menyebabkan frustrasi yang takputus-putus. Beruntungnya, saya
masih dapat mengenali jenis makanan yang diinginkan tubuh saya−buah yang manis
dan mengandung air serta minuman dingin yang manis pula−sehingga berat badan
saya masih bisa bertambah.
Lepas bulan keempat dan memasuki bulan kelima adalah masa
peralihan kondisi. Setahap demi setahap, saya mulai bisa beraktivitas seperti
biasa. Mulai bisa menyelesaikan banyak hal. Mulai bisa menikmati kembali
kehamilan saya. Terlebih, sudah bisa merasakan gerak si kecil, meski
lamat-lamat. Sesekali masih mual, hanya untuk sesuatu yang ekstrim, semisal,
mencium bau sampah atau daging-dagingan mentah.
Sekarang, usia kehamilan saya sudah delapan bulan. Hamil
tua, begitu kata orang-orang. Hal paling membahagiakan pada bulan-bulan
terakhir ini adalah merasakan gerakannya yang makin jelas dan kuat, serta
mempersiapkan segala perlengkapannya.
Terkadang gerakannya seperti sedang menggeliat. Menimbulkan
semacam gelombang yang sambung menyambung pada permukaan perut. Sesekali terasa
geli di perut bagian pinggir. Kadang rasanya seperti tendangan atau sikutan.
Keras dan mengagetkan. Menimbulkan tonjolan, lalu hilang. Ketika ia sedang
bergerak, saya kerap menghentikan aktivitas dan memperhatikan
gerakan-gerakannya. Mengelusnya. Ada rasa sayang yang menguar dan rindu untuk
segera bertemu.
Mempersiapkan perlengkapannya kerap mengundang imaji menyenangkan.
Membayangkan ia memakai baju dan celana yang sudah disiapkan.
Gerakan-gerakannya yang belum terkendali. Menggendongnya dan bersenandung
hingga ia tertidur. Tawanya yang lebar dan tanpa gigi. Ia (mungkin) tidur
tengkurap dan tiba-tiba saja sudah berada di pinggir tempat tidur. Jalan-jalan
sore sambil menyuapi dan ngobrol dengannya.
Namun, juga ada perasaan cemas yang menggelayut. Cemas
menanti hari persalinan. Bagaimana rasa sakitnya. Apakah bisa melahirkan
normal. Apakah ASI saya akan keluar. Bagaimana kondisi saya dan bayi setelah persalinan
nanti.
Adik saya (yang lebih dulu punya anak) bilang, Ketika melahirkan, kita
akan dibantu oleh kekuatan untuk segera dapat melihat makhluk kecil yang selama
sembilan bulan telah bersama kita.
Mama mertua bilang, Setelah bayimu lahir
dan kamu melihatnya, semua sakit yang dirasakan sebelumnya tiba-tiba hilang.
Yang tersisa hanya perasaan bahagia.
Semoga.
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar