Tengah malam, saya terbangun, melirik jam dinding yang
tengah menunjuk angka dua. Saya memulihkan kesadaran sejenak, lalu duduk
bersandarkan bantal. Masih agak mengantuk, namun jika saya teruskan tidur,
tidak akan bisa. Hanya akan menghabiskan waktu untuk bolak-balik ke kiri dan ke
kanan. Sambil duduk, saya mengatupkan mata. Cahaya lampu merembes melalui
kelopak mata. Suara detik dan rintik hujan yang menumbuk atap, lalu jatuh ke
daun bunga yang lebar di balik jendela kamar, terdengar bergantian. Kadang
berkejaran. Saya beranjak menuju meja tulis , meneguk setengah isi gelas.
Membuka pintu kamar menuju toilet, membasuh muka.
Bangun di tengah malam, kadang hingga dua atau tiga kali,
adalah rutinitas sejak kehamilan saya memasuki usia tujuh bulan. Tidak di
sengaja. Terjadi begitu saja. Kadang saya terbangun begitu saja. Kadang
terbangun oleh gerakan bayi saya yang tiba-tiba, seperti tendangan. Kadang oleh
perut yang terasa memberat atau rasa pegal di pinggang dan pinggir punggung sebab
terus-terusan miring ke satu arah. Kadang dada dan kerongkongan saya seperti di
tekan sesuatu hingga sesak. Saya hanya bisa bertahan tidur satu setengah hingga
tiga jam. Setelahnya pasti terbangun. Jika memutuskan untuk tidur lagi, satu
setengah hingga tiga jam kemudian, saya pasti terbangun lagi. Sering menyisakan
kantuk dan lemas di pagi hari. Tapi lama-lama, jadi terbiasa.
Jika terbangun, saya tidak berusaha untuk memaksakan tidur
sebab tidak akan bisa. Jika saya tidur dalam keadaan tidak terlalu ngantuk,
banyak sekali perasaan tidak nyaman yang saya sadari, terutama di sekitar perut
dan pinggang. Jadi, saya memutuskan untuk melakukan aktivitas yang saya ingin
saja, apa pun yang dapat dilakukan tengah malam, sambil menunggu kantuk
menghampiri kembali.
Suatu sore di hari minggu, adik saya menelepon. Tidak dalam rangka
apa-apa. Jika sedang luang, ia biasanya menelepon saya atau keluarga yang lain.
Saat itu ia sedang di rumah hanya berdua saja dengan anak bungsunya. Beberapa
jenak bertukar cerita tentang polah anaknya, tentang kehamilan saya, ia lalu
bertanya, apa saya sekarang sering terbangun di tengah malam. Saya mengiyakan
dan menceritakan hal itu. Adik saya juga mengalami hal yang sama. Dari
pengalamannya, bangun di tengah malam selama hampir tiga bulan menjelang
kelahiran membuatnya tidak sulit lagi untuk harus sengaja bangun tengah malam
saat bayinya lahir. Bayi baru lahir memang sering bangun tengah malam hingga
beberapa waktu lamanya.
Ia benar. Semua seperti sudah disiapkan sebelumnya, untuk
menghadapi sesuatu yang akan terjadi kemudian. Seorang bayi lahir dalam keadaan
takberdaya. Hanya diberi kemampuan menangis, mendengar, merasakan, dan
mengisap. Untuk itu, ketika Tuhan menghendaki seorang bayi lahir ke dunia, Ia sudah
melatih sang ibu sejak beberapa bulan sebelumnya, dengan berbagai macam
latihan, untuk menjadi pendamping sang bayi kelak. Latihan bangun di tengah
malam hanyalah salah satunya.
Ya. Menjadi pendampingnya, pembimbingnya, hingga ia berdaya.
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar