Selasa, 04 Juni 2013

Kamu dan Sambal


Suatu malam yang telah luruh, namun masih rekat dalam ingatan. Di sebuah kedai kopi. Tapi kita sedang takmemesan kopi. Makan malam lebih menarik selera, saat itu. Kamu memesan ayam goreng plus sambal ijo. 

“Ciri-ciri kalau aku menikmati sambel adalah, ketika memakannya, aku keringetan.” Katamu.

Noted!

Aku memperhatikanmu. Mula-mula serupa embun rintik muncul di ujung hidungmu. Lalu keningmu ikut-ikutan mengembun. Lama-lama, bulir-bulir air yang sedikit lebih besar menggelinding dari kening hingga lehermu. Melebat. Kamu takhirau. Tetap menikmati makananmu sambil sesekali bercerita.

***

Sejak itu, aku selalu memperhatikan, apakah ada keringat yang hadir di sekitar wajahmu ketika memakan sambal atau makanan pedas buatanku. 

Aku takperlu bertanya enak atau tidak, cukup memperhatikan. Kecuali saat keringat itu takhadir. Itu membuatku khawatir. Jangan-jangan kamu taksuka masakan pedas buatanku.

Tapi kamu selalu bilang enak dan menghabiskannya.

***

Telah satu setengah bulan ini, hampir setiap makan siangku ditemani sambal. Kadang-kadang juga saat makan malam. Seringnya sambal terasi. Kadang-kadang sambal bajak atau sambal tempe penyet.

Sama sepertimu, aku juga penyuka sambal. Makan nasi tanpa sambal serupa pernikahan tanpa cinta. Hambar.

Tapi kali ini, aku makan sambal bukan semata bersebab aku suka.

Kamu yang jauh di sana, selalu selalu hadir dalam ruang imajiku saat sambal menyentuh indra pengecapku.

Kali ini, aku makan sambal bukan semata bersebab aku suka.

Sebab aku kangen.  


Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar