Senin, 10 Juni 2013

Mitos kah?


Anak saya yang masih dalam kandungan, hampir setiap saat terasa dan terlihat gerakannya. Makin bertambah usianya, gerakannya makin kentara. Kadang perut saya terlihat tidak bulat sempurna bersebab gerakannya. Sebelah kiri lebih menonjol dibanding sebelah  kanan, atau sebaliknya, dalam waktu yang cukup lama. Kadang gerakannya seperti gelombang. Menonjol sebentar di perut bagian kiri, lalu menghilang, kemudian menonjol lagi di perut bagian kanan, menghilang lagi. Lalu berulang kembali.

Suatu malam, saat mengikuti acara Isra Mikraj yang diselenggarakan dekat rumah, saya duduk di sebelah seorang ibu. Acara belum dimulai. Masih menanti orang-orang yang ingin datang dan menyaksikan. Mungkin masih tertahan di rumah oleh gerimis. Beberapa saat setelah duduk, bayi saya mulai bergerak. Awalnya berupa gerakan pelan. Saya mengelusnya beberapa kali. Gerakannya makin nyata. Bergelombang. Mata saya taklepas tertuju padanya. Memperhatikan gerakannya.  

“Waaah,” terdengar suara ibu di samping saya. Saya menoleh. Ternyata ibu itu pun sedang memperhatikan perut saya sambil tersenyum. Lalu ia mengelus perut saya sebentar.

“Wah, laki (laki-laki) nih,” katanya. Saya tersenyum.

“Oya? Kok bisa, Bu?” tanya saya.

 “Iya. Kalau laki-laki, perut kita rasanya (kalau dipegang) kencang. Gerakannya lebih aktif, di sini-di sini (sambil menunjuk bagian kanan dan kiri area perut saya). Kalau dielus gini (sambil mengelus), dia suka respon. Kalau perempuan, lebih kalem,” terangnya.

“Anak ibu ada berapa?” tanya saya.

“Empat. Laki tiga, perempuan satu. Pertama dan ke-dua laki, ketiga perempuan, terus yang terakhir laki lagi. Semuanya sudah besar. Paling besar sudah kuliah…” Obrolan pun berlanjut.

Ketika menebak jenis kelamin anak saya, sekilas pernyataan ibu itu seperti sebuah mitos. Bahwa kalau perut dan gerakan bayinya begini-begitu, maka itu pasti laki-laki, dan jika begitu-begini, maka itu pasti perempuan. Namun ketika saya mengetahui ia sudah memiliki empat orang anak, tiga orang laki-laki dan seorang perempuan, saya memaklumi jika ia memiliki pengetahuan itu.

Masa kehamilan adalah masa yang cukup panjang, kurang lebih sembilan bulan. Pada satu atau dua bulan awal kehamilan, banyak ibu yang belum menyadari kehamilannya. Namun pada bulan setelahnya, bersebab cukup panjangnya waktu kehamilan tersebut, hampir semua kondisi yang terjadi dapat disadari. Dari pengalaman ketika hamil anak pertama dan ke-dua yang berjenis kelamin laki-laki, ibu itu memiliki sejumlah pengalaman. Ketika anak ke-tiga −perempuan− lahir, ibu itu merasakan beberapa perbedaan kondisi dibanding saat pertama dan kedua kehamilannya. Ia pun memiliki dugaan. Ketika anak ke-empat −laki-laki− lahir, di mana kondisi yang dirasakannya persis sama tatkala sedang mengandung anak pertama dan ke-dua, sang ibu pun menarik kesimpulan. Bahwa ternyata ada perbedaan dalam hal bentuk dan kondisi perut serta gerakan pada janin laki-laki dan perempuan. Pengetahuan atas dasar pengalaman itu lah kemudian yang dipakainya dalam “menebak” jenis kelamin anak saya.  

Mitos (dalam percakapan sehari-hari) adalah suatu hal salah kaprah dalam masyarakat atau suatu entitas khayalan (wikipedia.org/wiki/Mitos). Barangkali, bisa jadi, sejumlah informasi yang beredar di tengah masyarakat, yang kerap dilabeli sebagai mitos, sebenarnya tidaklah benar-benar mitos. Barangkali, bisa jadi, sejumlah informasi itu memiliki landasan, pengalaman dari sekelompok orang, meski tidak ilmiah. Meski juga, kesimpulan yang ditarik bisa saja salah. Namun, jika informasi itu berulang-ulang diterapkan dan ternyata hasilnya selalu sama pada setiap individu, setiap tempat, setiap waktu, pada beberapa generasi selanjutnya, apa masih disebut mitos?

Barangkali, untuk beberapa hal, kita mengecapnya sebagai mitos bersebab informasi yang kita terima sudah tidak utuh. Sebab sudah berpindah dari mulut ke mulut. Serupa kuis komunikata. Sebuah kalimat yang berisi sepuluh kata “dipindahkan” dari mulut ke mulut, ketika sampai pada orang ke lima, bisa jadi kalimat itu sudah tinggal empat kata, yang sudah tidak mewakili makna dari kalimat sebenarnya.

Barangkali. Bisa jadi.      

Salam,


Nanda



Tidak ada komentar:

Posting Komentar