Anak saya yang
masih dalam kandungan, hampir setiap saat terasa dan terlihat gerakannya. Makin
bertambah usianya, gerakannya makin kentara. Kadang perut saya terlihat tidak
bulat sempurna bersebab gerakannya. Sebelah kiri lebih menonjol dibanding sebelah kanan, atau sebaliknya, dalam waktu yang
cukup lama. Kadang gerakannya seperti gelombang. Menonjol sebentar di perut
bagian kiri, lalu menghilang, kemudian menonjol lagi di perut bagian kanan,
menghilang lagi. Lalu berulang kembali.
Suatu malam, saat
mengikuti acara Isra Mikraj yang diselenggarakan dekat rumah, saya duduk di
sebelah seorang ibu. Acara belum dimulai. Masih menanti orang-orang yang ingin
datang dan menyaksikan. Mungkin masih tertahan di rumah oleh gerimis. Beberapa
saat setelah duduk, bayi saya mulai bergerak. Awalnya berupa gerakan pelan.
Saya mengelusnya beberapa kali. Gerakannya makin nyata. Bergelombang. Mata saya
taklepas tertuju padanya. Memperhatikan gerakannya.
“Waaah,” terdengar
suara ibu di samping saya. Saya menoleh. Ternyata ibu itu pun sedang
memperhatikan perut saya sambil tersenyum. Lalu ia mengelus perut saya
sebentar.
“Wah, laki
(laki-laki) nih,” katanya. Saya tersenyum.
“Oya? Kok bisa,
Bu?” tanya saya.
“Iya. Kalau laki-laki, perut kita rasanya
(kalau dipegang) kencang. Gerakannya lebih aktif, di sini-di sini (sambil
menunjuk bagian kanan dan kiri area perut saya). Kalau dielus gini (sambil
mengelus), dia suka respon. Kalau perempuan, lebih kalem,” terangnya.
“Anak ibu ada
berapa?” tanya saya.
“Empat. Laki tiga,
perempuan satu. Pertama dan ke-dua laki, ketiga perempuan, terus yang terakhir
laki lagi. Semuanya sudah besar. Paling besar sudah kuliah…” Obrolan pun
berlanjut.
Ketika menebak
jenis kelamin anak saya, sekilas pernyataan ibu itu seperti sebuah mitos. Bahwa
kalau perut dan gerakan bayinya begini-begitu, maka itu pasti laki-laki, dan
jika begitu-begini, maka itu pasti perempuan. Namun ketika saya mengetahui ia
sudah memiliki empat orang anak, tiga orang laki-laki dan seorang perempuan,
saya memaklumi jika ia memiliki pengetahuan itu.
Masa kehamilan
adalah masa yang cukup panjang, kurang lebih sembilan bulan. Pada satu atau dua
bulan awal kehamilan, banyak ibu yang belum menyadari kehamilannya. Namun pada
bulan setelahnya, bersebab cukup panjangnya waktu kehamilan tersebut, hampir
semua kondisi yang terjadi dapat disadari. Dari pengalaman ketika hamil anak
pertama dan ke-dua yang berjenis kelamin laki-laki, ibu itu memiliki sejumlah
pengalaman. Ketika anak ke-tiga −perempuan− lahir, ibu itu merasakan beberapa
perbedaan kondisi dibanding saat pertama dan kedua kehamilannya. Ia pun memiliki
dugaan. Ketika anak ke-empat −laki-laki− lahir, di mana kondisi yang
dirasakannya persis sama tatkala sedang mengandung anak pertama dan ke-dua,
sang ibu pun menarik kesimpulan. Bahwa ternyata ada perbedaan dalam hal bentuk
dan kondisi perut serta gerakan pada janin laki-laki dan perempuan. Pengetahuan
atas dasar pengalaman itu lah kemudian yang dipakainya dalam “menebak” jenis
kelamin anak saya.
Mitos (dalam
percakapan sehari-hari) adalah suatu hal salah kaprah dalam masyarakat atau
suatu entitas khayalan (wikipedia.org/wiki/Mitos). Barangkali, bisa jadi, sejumlah
informasi yang beredar di tengah masyarakat, yang kerap dilabeli sebagai mitos,
sebenarnya tidaklah benar-benar mitos. Barangkali, bisa jadi, sejumlah
informasi itu memiliki landasan, pengalaman dari sekelompok orang, meski tidak
ilmiah. Meski juga, kesimpulan yang ditarik bisa saja salah. Namun, jika informasi
itu berulang-ulang diterapkan dan ternyata hasilnya selalu sama pada setiap
individu, setiap tempat, setiap waktu, pada beberapa generasi selanjutnya, apa
masih disebut mitos?
Barangkali, untuk beberapa hal, kita mengecapnya sebagai mitos bersebab informasi yang kita
terima sudah tidak utuh. Sebab sudah berpindah dari mulut ke mulut. Serupa kuis
komunikata. Sebuah kalimat yang berisi sepuluh kata “dipindahkan” dari mulut ke
mulut, ketika sampai pada orang ke lima, bisa jadi kalimat itu sudah tinggal
empat kata, yang sudah tidak mewakili makna dari kalimat sebenarnya.
Barangkali. Bisa
jadi.
Salam,
Nanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar