Mungkin bukan sinar bulan
Yang menyalakan permukaan sungai
Tapi di sepanjang jalan ke arah pasar
Bakul-bakul ikan, daging dan sayuran
Seperti mengekalkan malam. Pasar adalah gemuruh
Sekaligus semadi suara-suara
Kulihat yang berjualan itu mulai menari
…
Tapi di sepanjang jalan ke arah pasar
Bakul-bakul ikan, daging dan sayuran
Seperti mengekalkan malam. Pasar adalah gemuruh
Sekaligus semadi suara-suara
Kulihat yang berjualan itu mulai menari
…
(Pasar Kumbasari, Denpasar | Acep Zamzam Noor)
Sekian lama takmenjejakkan kaki di pasar tradisional, saya
memulainya kembali kira-kira satu setengah bulan lalu. Kali ini cukup sering
saya bolak balik ke pasar. Kadang sendiri, kadang bersama mama mertua. Jalan
kaki. Sebab memang niat utamanya adalah jalan kaki di pagi hari. Kebetulan, ada
sebuah pasar takjauh dari rumah. Jadi, sekalian saja. Berjalan kaki di pagi
hari sambil membeli bahan masakan maupun penganan.
Namanya Pasar Pacuan Kuda. Tidak terlalu besar. Sebab serupa
dengan pasar kaget. Tetapi yang ini selalu digelar tiap hari. Orang-orang
berjualan di pinggir sepanjang Jalan Pacuan Kuda. Entah mulai dari jam berapa,
yang pasti, jam lima subuh mereka sudah berjualan. Lalu selesai kira-kira jam
sepuluh pagi. Sebab setelahnya, jalan akan dipakai sepenuhnya oleh pengendara.
Meski kecil, namun
isinya lengkap seperti pasar tradisional permanen. Berbagai jenis sayuran,
buah-buahan, daging dan ikan, bumbu masakan, hingga masakan siap santap. Ada juga
penjual bakso. Enak dan murah. Masing-masing yang berjualan memiliki jongko
ukuran mini. Mulai dari ukuran sekitar satu kali satu meter hingga sekitar dua
kali satu meter. Tidak ada yang lebih dari itu, saya rasa. Ada yang berjualan
dengan memakai meja atau gerobak, ada yang menggelar dagangannya di jalanan
beralaskan terpal, ada juga yang memakai bakul-bakul yang diletakkan di jalan. Juga
ada yang memakai tenda untuk berjaga-jaga di kala hujan, namun kebanyakan membiarkan
jongkonya lepas tanpa atap.
Warna jalanan, meja atau gerobak, terpal, dan bakul, nyaris
sama. Kusam. Jalanan yang hitam, tidak terlalu rata, agak becek bila sering
hujan. Warna kayu dari meja dan gerobak yang coklat nyaris kehitaman, nyaris
lapuk. Terpal dan tenda yang meski bermacam warna, namun sudah pudar juga menghitam.
Warna-warna kusam ini berpadu dengan warna-warni cerah dan segar sayuran, buah,
dan daging-dagingan di pagi hari. Serupa film hitam putih namun untuk
benda-benda tertentu diberi warna hijau, merah, atau kuning yang cerah. Serupa
foto hitam putih seorang perempuan namun dibagian bibir, diberi warna merah
menyala.
Kegiatan yang selalu menarik perhatian saya saat berbelanja
ke pasar adalah tawar menawar. Negosiasi. Berapa harga ini dan itu yang
ditawarkan oleh penjual? Apakah harga jualnya relatif murah atau justru
dinaikkan berkali lipat dari modal sesungguhnya? Di rupiah berapa akan ditawar?
Apakah masih kemalahan atau penjual itu justru berbaik hati menyetujui
penawaran yang nyaris membuatnya takdapat untung? Bagi saya sebagai pembeli,
pertanyaan itu semacam permainan tebak-tebakan yang jawaban benarnya takpernah
diinfokan. Pada akhirnya, yang membuat kesepakatan terjadi adalah ketika
pembeli merasa penawarannya cukup murah dan penjual menyetujuinya.
Jika cukup sering berbelanja di satu tempat, biasanya
penjual mengingat dengan baik si pembeli. Meski taktahu namanya. Pada titik
ini, proses tawar-menawar sudah relatif lebih mudah. Kadang penjual langsung
memberikan harga murah tanpa perlu ditawar lagi. Kadang tawar-menawar tetap
berlangsung, namun penjual kerap memberi bonus, seperti menambahkan jumlah
barang yang dibeli.
Apabila antara penjual dan pembeli sudah saling mengenal
bersebab saking seringnya bertemu, proses tawar-menawar berganti menjadi
obrolan sehari-hari. Tentang apa pun. Kadang lebih lama ngobrolnya daripada
kegiatan membelinya. Pada tahap ini, biasanya, baik penjual maupun pembeli
sudah memiliki perasaan sungkan satu sama lain. Penjual sungkan memberikan
harga mahal dan pembeli sungkan menawar dengan harga murah. Proses jual-beli
pun berlangsung dengan lebih cepat. Penjual memberikan harga murah, pembeli
menyetujuinya tanpa menawar lagi.
Selain tawar menawar, hal lain yang menarik perhatian saya,
ada jongko yang antrian pembelinya panjang dan ada yang sepi-sepi saja. Saat
membeli bahan makanan, biasanya mama memberitahu saya penjual yang menjual
sayuran, buah, daging, ikan, dan bumbu-bumbu dengan kualitas yang baik. Para penjual
ini lah yang memiliki antrian pembeli yang panjang.
Salam,
Nanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar