Tepat saat saya
menyelesaikan sebuah tulisan pada suatu pagi, mama mertua mendatangi kamar
saya, lalu duduk di tepi tempat tidur. Mama bilang, acara isra mikraj semalam
selesai sekitar jam setengah dua belas malam. Sebenarnya acaranya selesai lebih
awal. Namun karena mama panitia, mama harus menyelesaikan segala sesuatunya.
Semalam saya juga
ikut hadir dalam acara tersebut. Namun tidak mengikuti sampai selesai. Acara
isra mikraj tahun ini diisi dengan menampilkan kebolehan anak-anak TPA tempat
mama ikut andil di dalamnya. Ada yang menunjukkan kebolehan mengaji, hapalan
surat-surat pendek, hapalan doa sehari-hari, berpuisi, mendendangkan Asmaul
Husna, mendendangkan huruf hijaiyah, dan banyak lagi. Saya hanya mengikuti
acara saat anak-anak tersebut menunjukkan kebolehan mereka.
Mama bercerita,
setelah tampilan anak-anak, kegiatan juga diisi dengan ceramah. Isi ceramah
itu benar-benar menyentuh hati mama. Sang penceramah bertanya kepada para
hadirin, “Ketika anak-anak kita masih kecil, mereka belajar tentang hal yang
benar dan salah, terutama dari orang tuanya. Begitu pula halnya ketika mereka
mulai beranjak remaja dan dewasa namun masih tinggal dengan orang tua. Jika
mereka melakukan kesalahan, orang tua masih dapat menegur dan menunjukkan hal
yang benar dan salah. Namun jika mereka sudah tidak lagi tinggal bersama kita
(orang tua), semisal, tinggal di daerah lain untuk kuliah atau bekerja, siapa
yang akan menjaga mereka agar tidak melakukan hal-hal negatif?”
Sebelum mama
meneruskan ceritanya, mama bertanya pada saya, “Kira-kira siapa, menurut
Nanda?” Saya menjawab,”Hmm… doa orang tua? Allah?” Mama pun melanjutkan bahwa
itu benar. Tapi yang akan paling menjaga mereka adalah keimanan mereka sendiri,
yang ditanamkan oleh orang tua sewaktu mereka kecil dulu. Meski memang,
keimanan itu naik turun; fluktuatif. Akan tetapi, sesuatu yang ditanamkan sejak
kecil, pasti akan terus membekas. Doa orang tua akan dapat menjaga anak jika di
dalam diri anak tersebut ada keimanan. Allah akan menjaga seseorang jika di dalam
dirinya ada keimanan.
Mama pun
berkesimpulan bahwa aqidah itu harus ditanamkan sedini mungkin. Bahkan sejak
anak masih di dalam kandungan. Semakin bertambah usia mereka, akan semakin
sulit untuk menanamkannya, sebab mereka akan semakin merasa benar dengan pemikiran
sendiri.
Saya rasa, saya
sepakat. Masa-masa ketika anak masih kecil, masa di mana rasa ingin tahu mereka
begitu tinggi dan merekam semua hal yang diberikan lingkungan, sementara
kemampuan mereka untuk memfilter segala informasi belum terbentuk, adalah
masa-masa penanaman. Saat ini lah, kesempatan untuk menanamkan aqidah (tidak
hanya akhlak). Saat filter informasi mereka mulai terbentuk, aqidah akan
menjadi salah satu pondasi dalam pembentukannya. (Saya tidak akan berpanjang-panjang
untuk menerangkan apa itu aqidah dan apa itu keimanan dalam tulisan ini.)
Mama meneruskan
ceritanya. Ketika mendengar ceramah tersebut, rasanya beliau ingin masa lalu
berulang agar dapat melakukan sesuatu yang lebih banyak lagi pada anak-anaknya,
dari apa yang telah diusahakannya selama ini. Mama juga mengakui, kedalaman
pemahaman agamanya saat ini tidak lepas dari didikan orang tua semasa kecil.
Selesai bercerita,
mama pun keluar kamar. Saya paham. Itu adalah pesan dari mama untuk keluarga
kecil saya.
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar