Minggu, 09 Juni 2013

Makanan Penghubung


Kira-kira dua tahun lalu, saya pernah menulis tentang mama dan kopi. Mama saya penyuka kopi. Meski bukan kopi pahit. Juga bukan pecandu. Hanya mengkonsumsi sewajarnya saja. Kopi adalah salah satu minuman yang saya dibolehkan mengkonsumsinya. Akhirnya, saya pun menyukai kopi. Tapi juga bukan kopi pahit. Dan juga bukan pecandu. Satu cangkir sehari. Kadang-kadang dua cangkir, tetapi sangat jarang.

Ketika masih tinggal dengan mama, meski suka, namun tidak terlalu sering saya minum kopi. Rutinitas minum kopi justru saya lakukan setelah jauh dari mama. Aroma kopi yang baru diseduh dan hangat yang menjalari kerongkongan membawa saya ke masa-masa bersama mama. Setiap hari saya minum kopi. Dan setiap hari pula, saya merasa terhubung dengan mama.  

Sebenarnya bukan hanya kopi yang membuat saya merasa mama jadi dekat. Ada beragam jenis makanan dan minuman lain yang mama kerap menyuruh saya mengkonsumsinya, kebanyakan untuk alasan kesehatan. Akan tetapi, di antara semua, kopi adalah minuman yang bisa saya konsumsi setiap hari dibanding yang lain. Alasannya, praktis saja. Mudah didapatkan dan mudah diracik.

Telah hampir dua bulan saya dan suami tinggal berbeda kota, untuk persiapan saya melahirkan. Dalam kurun waktu itu, juga, ada beberapa jenis makanan yang jika saya makan, saya merasa dekat dengannya. Yang paling sering adalah sambal. Ketika meracik sambal bersama mama mertua, percakapan yang menguar di antara kami, kerap tentang suami saya. Bermula dari cerita tentang sambal tempe penyet yang paling disukainya −meski pada dasarnya ia menyukai semua jenis sambal− percakapan pun takluput menjelajah ke kisah masa kecilnya. Mama selalu menceritakannya dengan seru.

Jika disuruh memilih potongan ayam yang disukai, biasanya saya memilih bagian paha. Suami saya menyukai potongan ayam bagian dada. Namun hampir dua bulan ini, ketika menyantap hidangan ayam, saya selalu memilih potongan bagian dada. Saat menyantap, saya merasa terhubung dengannya. Makanan dan minuman lain yang juga sangat disukainya adalah coklat, ice cream, roti bakar coklat (kadang-kadang ditambah keju), dan kopi. Dan juga saya sukai. Ketika menyantap jenis-jenis makanan tersebut, saya merasa seolah sedang bersamanya. Hal itu membuat perasaan saya nyaman.

Tetapi, sejak hamil, saya berhenti minum kopi. Saya menggantinya dengan sereal rasa coklat. Meminumnya di pagi hari. Rasa hangat kopi dan sereal ketika menjalar di kerongkongan, sama. Hampir setiap pagi saya mengirim pesan pada suami saya, menanyakan sarapan apa ia hari ini. Beberapa kali sarapan kami sama, sereal rasa coklat.

Makan dan minum memang adalah kebutuhan dasar. Namun kadang-kadang, ada kebutuhan lain yang nimbrung saat kita sedang memenuhinya. Biasanya kita makan ketika merasa lapar dan minum ketika merasa haus. Namun ketika merasa lapar maupun haus, lalu memilih memenuhinya di sebuah café atau restaurant, lalu update status atau tweet yang menunjukkan kita sedang makan di sebuah tempat, apalagi lengkap dengan gambar dan keterangan jenis makanan dan minumannya, yakinlah, kegiatan makan dan minum kita tidak semata untuk menghilangkan lapar dan haus saja. Disadari atau tidak, ada kebutuhan lain yang juga sedang dipenuhi, semisal, kebutuhan untuk mendapatkan respek dari orang lain.

Begitu juga, selain untuk memenuhi kebutuhan dasar, makan dan minum juga bisa memenuhi kebutuhan akan kedekatan atau keterhubungan dengan seseorang yang kita kasihi. Ketika menyantap makanan maupun minuman yang “dia banget” atau yang kerap kita santap ketika sedang bersamanya, untuk sementara rasa kangen akan terobati. Akan tetapi, hati-hati dengan nimbrung-nya kebutuhan yang satu ini saat sedang lapar. Bisa-bisa, makanan yang masuk ke dalam perut kita jadi tidak terkontrol.

Salam, 



Nanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar