foto: dokumen pribadi
Sebenarnya, saya tidak terlalu menyukai kegiatan memasak. Berlama-lama di dapur kerap membikin saya jenuh dan sedikit tertekan. Akan tetapi, saya senang mempraktekkan resep masakan baru, masakan yang belum pernah saya masak. Saya juga senang saat melihat saat suami dan bayi saya melahap hasil masakan saya. Selain itu, jika saya tidak memasak, kami sekeluarga tentu jadi akan sering melahap makanan instan dan makanan luar yang entah apa bahannya dan entah bagaimana cara pembuatannya. Tiga hal itulah yang menjadi penguat saya untuk terus bertahan di dapur. Berkarya dari dapur.
Saat ini bayi saya berusia sebelas bulan. Sejak usia sepuluh bulan, saya sudah memberinya makanan biasa. Maksud saya, saya sudah tidak harus membikinkannya makanan bayi lagi. Tapi tentu saja, tetap tanpa gula, garam, dan bumbu instan. Ia juga sudah bisa memakan makanan dengan tekstur masakan asli yang bukan makanan lembek. Dan kamu tahu? Bayi mudah bosan dengan rasa makanan yang itu-itu saja. Jika tidak suka, dengan santainya ia akan melepeh suapan yang telah masuk ke dalam mulutnya. Untuk suapan selanjutnya, ia akan bertahan untuk tidak membuka mulut. Hal ini juga lah yang akhirnya membuat saya merasa harus rajin mengganti menu masakan setiap hari.
Meski judul tulisan ini adalah nama masakan, namun sesungguhnya ini bukanlah tulisan yang memuat resep masakan. Sebab saya tidak sedang menciptakan resep. Saya hanya mempraktekkan resep yang sudah ada, dengan sedikit perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan, selera, dan ketersediaan bahan. Tulisan ini memuat celoteh saya tentang masakan yang saya bikin, hal-hal lain yang berkaitan, dan pikiran-pikiran lain yang berseliweran saat saya sedang memasak. Celotehan dari dapur.
Hari ini saya memasak ikan (tongkol) bakar, sambal bawang putih, bubur jagung santan, dan sayur toge kuah bening. Ikan bakar dan sayur untuk makanan utama kami sekeluarga, bubur jagung santan untuk cemilan Azka (bayi saya), dan sambal bawang putih untuk saya dan suami.
Ikan bakar dan sayur, bersebab Azka juga ikut memakannya, saya bikin tanpa garam, gula, merica/cabe, dan bumbu instan. Sementara, bumbu alami seperti bawang, kunyit, kemiri, daun jeruk, jeruk nipis, dan lainnya tetap saya pakai. Rasanya tidak terlalu hambar, perpaduan rasa bumbu asli, namun juga tidak sekuat jika dibubuhi garam. Untuk itulah saya juga bikin sambal bawang putih, lengkap dengan rawit dan garam, sebagai penyeimbang.
Sambal bawang putih merupakan sambal kesukaan suami saya. Sudah cukup lama saya tidak membuat sambal ini. Biasanya dimakan dengan tempe goreng yang di penyet dengan ulekan di dalam wadah sambal. Namun kali ini saya membuatnya tanpa tempe goreng.
Kamu tahu? Saat ini saya benar-benar sedang menikmati waktu dan kegiatan yang sedang saya curahkan sepenuhnya untuk keluarga kecil saya.
Salam,
Nanda
Salam kenal Mak :)
BalasHapussalam kenal juga Maak :)
Hapuskalo saya jarang masak mak.. biasa dimasakin kk ipar yg buka catering rumah'y sebelahan pula,heeee... salam kenal ya.. :)
BalasHapussalam kenal jugaa :)
Hapuswidiih enaknyaa... saya juga mau kalo kaya gitu mah :D
hmmmm pengen bisa ahli masak :))
BalasHapussaya juga ga bisa masak kok. ini juga baru belajar praktekin resep :p
Hapus