Jumat, 06 Juni 2014

Berkarya dan Berceloteh dari Dapur #2 : Bandeng Bumbu Acar

Rabu, 04 Juni 2014


gambar: dokumen pribadi

Hari ini saya memasak bandeng bumbu acar. Saya suka bandeng dan juga suka acar. Kemarin malam, ketika sedang membolak-balik halaman buku resep dan melihat resep ini, saya langsung kepingin mencobanya. Tapi saya ingat, suami saya kurang begitu suka acar karena dibuat dari bawang dan sayuran mentah. Lalu saya baca detail resepnya, dan menemukan bahwa acarnya adalah versi yang dimasak lengkap dengan bumbu lain. Selain itu, juga agak berkuah. Makanan berkuah banyak (atau sangat kering sekalian)adalah kesukaan suami saya. Jadi bukan acar dengan versi yang sering saya temui di tukang nasi goreng.

Esok paginya, harapan saya, di pasar minimalis tempat saya biasa belanja ada yang jualan bandeng, terkabulkan. Setelah bandeng dibersihkan, dipotong, dibungkus, dan dibayar, saya baru ingat lagi kalau bandeng adalah sejenis ikan yang memiliki tulang banyak dan halus. Azka, tentu saja belum bisa diberi ikan dengan tulang halus. Itu artinya, pekerjaan saya hari ini bertambah, menyingkirkan tulang ikan bandeng untuk makan Azka.

Seperti biasa, resep yang ada saya sesuaikan dengan kebutuhan. Saya tidak memakai cuka meski acar sebenarnya identik dengan rasa cuka. Sebab masakan ini juga akan dimakan oleh bayi saya. Sebagai gantinya, saya pakai sedikit asam jawa. Ikan yang seharusnya digoreng, saya bakar saja untuk meminimalisasi penggunaan minyak goreng. Lalu, seperti biasa, tanpa gula, garam, dan cabe. Seperti biasa juga, saya akan bikin sambal sebagai penyeimbang rasa.

Namun, persediaan cabe ternyata sudah menipis dan saya lupa membelinya lagi. Persediaan yang ada tidak cukup untuk membuat sambal. Akhirnya, saya putuskan untuk memisahkan sebagian bumbu acar yang akan dimakan Azka. Sebagian lagi, saya beri potongan cabe rawit sesuai ketersediaan dan menambahkan sedikit garam.

Sebenarnya saya sebisa mungkin menghindari pemisahan makanan seperti ini. Saya kepingin makanan Azka bebas dari garam, gula, dan bumbu instan hingga ia berusia dua tahun, meski tidak sesaklek saat mpasi. Jadi, ada saatnya nanti di mana Azka akan mempertanyakan hal ini, mengapa makanan untuknya dibedakan. Dan kanak-kanak adalah makhluk yang memiliki rasa penasaran tinggi. Ia selalu ingin melakukan apa yang ingin dilakukan oleh orang dewasa, memakan makanan yang dimakan oleh orang dewasa.

Kemarin misalnya, saat Azka selesai makan siang, lalu kemudian giliran saya makan, Azka menghampiri saya dan berkata, “Maam.” Saya tahu, ia bukan masih lapar. Ia hanya penasaran. Saya suapi, dan ia makan lagi beberapa suap dari makanan saya. Jika makanan saya sudah saya campur dengan garam dan cabe, tentu saya tidak akan bisa langsung menyuapinya.

Dan lagi, menyuruhnya untuk tidak makan gula, garam, dan bumbu instan hingga ia berusia dua tahun sementara saya tetap memakan makanan itu selama ia belum diperbolehkan, saya merasa seperti ibu-ibu yang menyuruh anaknya mengaji ketika magrib tiba sementara saya asyik duduk di depan tivi sambil nonton sinetron.

Lho, tapi kan saya makan sambal dengan garam? Penggunaan garam pada sambal hanya sedikit sekali, tidak sampai seperempat sendok teh untuk dimakan bersama, asinnya sudah cukup terasa. Jika ia kuat menahan rasa pedas, ya silakan saja ia ikut makan sambal. Saya tidak akan melarangnya. 

Nah, untuk cemilan Azka, saya merebus ubi ungu. Ini adalah kedua kalinya Azka makan ubi selama di Pontianak. Saya jarang berbelanja bahan makanan di pasar. Biasanya saya membelinya di warung dekat rumah. Di sini, cukup banyak warung penyedia bahan masakan sehingga kita tidak perlu harus ke pasar. Namun, warung-warung ini jarang menjual ubi. Kalau ingin beli ubi, ya ke pasar besar. Beberapa hari ini, saya mulai mencoba belanja ke pasar tapi bukan pasar besar. Saya menyebutnya pasar kecil. Beberapa penjual menempati area yang sama saat berjualan, kurang lebih sekitar lima belas kios. Para penjual itu menjual bahan masakan yang berbeda-beda. Di sinilah saya menemukan ubi ungu dan beberapa bahan masakan lain yang tidak saya temukan bila berbelanja ke warung. Saya girang sekali. Tapi belum punya rencana apapun untuk mengolah ubi. Jadi saya putuskan untuk merebus saja.
 

Salam,

 

Nanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar